Salah satu guru bangsa kita, KH
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur selalu menekankan adab ketimbang ilmu.
Sebab baginya, ilmu tidak akan bermanfaat secara luas jika tidak
ditopang dengan adab yang baik. Hal ini bukan bermaksud mengesampingkan
ilmu, tetapi upaya memberikan pondasi kokoh terhadap ilmu itu sendiri.
Diantara hal penting dalam setiap
penyampaian materi pelajaran yaitu usaha untuk menyisipkan nilai-nilai
agama dan moral bahkan di dalam ilmu umum sekalipun. Belakangan, langkah
ini disebut dengan pendidikan karakter. Tetapi sebelum pendidikan
karakter ramai diperbincangkan, metode insersi lebih dulu muncul. Metode
insersi adalah upaya menginternalisasi jiwa agama dalam bentuk
nilai-nilai melalui ilmu-ilmu umum. Tulisan singkat ini bermaksud
mengurai strategi penanaman (internalisasi) nilai-nilai agama atau jiwa
agama melalui ilmu umum.
Metode ini diterapkan agar siswa tidak
terlepas dari nilai-nilai spiritual di setiap ilmu yang dipahaminya. Hal
ini dapat mewujudkan generasi kokoh, baik dalam sisi moral, sosial,
intelektual, dan spiritual. Tentu kecakapan komplit ini sesuai dengan
tujuan pendidikan, yaitu memanusiakan manusia sehingga manusia tersebut
juga mampu memanusiakan manusia lain. Tujuan ini menjadi bukti bahwa
pendidikan melalui penerapan jiwa agama merupakan investasi sepanjang
hayat (life long investment).
Metode insersi ini dapat dilakukan oleh guru sebagai agenda kurikulum tersembunyi (hiden curriculum).
Maksud tersembunyi ini yaitu menyisipkan nilai-nilai agama ketika
menerangkan materi atau mengadakan evaluasi materi. Hal ini dilakukan
agar guru tidak dinilai mencampuradukkan berbagai materi oleh siswa.
Sebab tidak bisa dipungkiri, ada
sebagian siswa yang merasa bosan dengan yang namanya ceramah. Dengan
kata lain merasa tidak menarik untuk diceramahi. Di titik inilah guru
harus mampu membuat pemahaman bahwa nilai-nilai agama sangat penting
diperhatikan oleh siswa di setiap mereka mempelajari ilmu umum.
Berikut paparan singkat tentang metode penerapan jiwa agama melalui ilmu sejarah dan bisa diaplikasikan ke ilmu-ilmu umum lain.
Di zaman agresi Belanda kedua 1945-1947,
bangsa Indonesia yang terdiri dari tokoh nasional, santri, dan para
ulama berjuang matian-matian untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia
walau dengan peralatan perang dan jumlah prajurit seadanya. Secara
perhitungan rasional, ketika itu Indonesia tidak akan mampu memenangkan
perang melawan sekutu berdasarkan jumlah dan mutu persenjataan yang ada.
Teori dan teknik perang melawan tentara yang telah memenangkan perang
dunia kedua, kekuasaan ekonomi dan belanja perang.
Tetapi kenyataannya Indonesia melalui
semangat jihad mengusir sekutu yang digawangi oleh para ulama dan santri
di Surabaya berhasil memenangkan peperangan itu, lalu benar-benar
terlepas dari belenggu penajajahan sehingga merdeka. Hal itu berkat
semangat jihad suci bangsa Indonesia yang pantang menyerah. Berkat
pertolongan dari Allah SWT karena rakyat Indonesia dalam kebenaran
mempertahankan haknya yang benar dengan niat ikhlas.
Demikianlah metode dan strategi
sederhana menerapkan jiwa agama yang diterapkan ke dalam ilmu sejarah.
Sehingga disamping faktor strategi perang, siswa juga dapat memahami
bahwa faktor spiritual juga ikut menjadi penopang keberhasilan
perjuangan bangsa Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar