Ilustrasi debat kelompok siswa dalam proses pembelajaran. |
Aktivitas pembelajaran berbasis interaksi dan keaktifan siswa harus
terus dilakukan oleh guru agar kapasitas kepercayaan diri siswa
meningkat. Dalam hal ini, mewujudkan kecerdasan psikomotorik tidak kalah
pentingnya dengan kecerdasan kognitif dan afektif. Justru, ketiga
kecerdasan yang masuk dalam Taksonomi Benyamin S. Bloom ini dapat
ditumbuhkan dalam satu metode saja, yakni metode debat.
Metode debat dalam pembelajaran di sekolah ini tidak seperti debat pada umumnya yang terkesan otot-ototan
tanpa memberikan substansi. Tetapi debat untuk keperluan pembelajaran
siswa yakni diterapkan dengan sistematis dan terstruktur oleh guru
sehingga siswa dapat memahami esensi berdebat. Langkah ini dilakukan
agar proses berdebat tidak menonjolkan egoisitas, melainkan
intelektualitas dengan berbagai argumen dan data.
Memahami esensi debat juga penting agar terhindar dari yang namanya
debat kusir, yaitu debat persoalan sesuatu yang ujung-ujungnya menyerang
pribadi dan individu sehingga menimbulkan permusuhan. Rasionalitas
debat dapat dipahami melalui filososfi permainan sepak bola. Esensi
debat mereka yaitu saling memainkan dan merebut bola dengan berbagai
taktik dan teknik yang digunakan sehingga menghasilkan gol. Mereka
saling respect tanpa mencederai lawan dengan sengaja. Setelah permainan selesai pun, mereka saling berjabat tangan bahkan kerap kali bertukar jersey satu sama lain walau salah satu tim menderita kekalahan.
Falsafah permainan sepak bola tersebut bisa menjadi pijakan filosofis
dalam memaknai debat yang berkualitas sehingga menghasilkan keputusan
yang bermanfaat. Karena dalam proses debat sejatinya muncul solusi atau
kemungkinan persoalan baru yang dapat dikaji ulang sebagai sebuah
penemuan. Semua harus terakumulasi oleh fasilitator debat yaitu guru.
Secara teoritis, Hendrikus (1991) seperti dikutip Sigit Setyawan
(2013) menjelaskan bahwa debat secara umum adalah untuk mencapai
kemenangan untuk satu pihak. Dalam proses pembelajaran, kemenangan
argumentasi oleh siswa dapat ditentukan melalui keputusan guru sebagai
juri atau voting oleh orang yang diangap paling sesuai dengan topik
bahasan. Namun, perlu dicatat bahwa terma kemenangan di sini
bukan berarti mengalahkan yang lain. Karena esensi debat akademis yaitu
memunculkan solusi dan menemukan persoalan baru yang perlu dikaji ulang
dan diteliti.
Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin debat kurang mendatangkan banyak
manfaat. Namun dalam kegiatan belajar mengajar, metode ini dapat
digunakan untuk membahas materi, permasalahan, ide-ide, agar siswa dapat
memahami atau merumuskan pokok pikiran orang lain maupun dirinya
sendiri. Selain itu, metode debat juga dapat digunakan untuk mencari
penyelesaian atas suatu masalah agar siswa mengevaluasi, membandingkan,
atau mendemonstrasikan kemampuan berpikirnya dalam susunan bahasa yang
terstruktur.
Secara teknis, sebelum mengawali debat, guru harus menyiapkan materi atau topik debat. Kemudian guru membagi kelompok yang pro (afirmatif) dan yang kontra (negatif)
terhadap topik yang dipilih. Agar proses debat berjalan dengan
kondusif, guru harus membuat aturan debat yang tidak boleh dilanggar
oleh masing-masing kelompok. Selain itu, guru juga harus memberikan
batas waktu masing-masing kelompok untuk memaparkan argumennya, pun
demikian dengan tanggapan balik kelompok lainnya.
Dalam proses debat ini, guru juga dapat memberdayakan siswa untuk
menjadi pengawas waktu jika waktu yang diberikan telah selesai dengan
isyarat tertentu. Terkait dengan peran juri, bisa dilakukan oleh guru
sendiri atau guru menunjuk beberapa orang siswa untuk menjadi juri.
Distribusi peran dalam proses debat ini juga memberikan pengalaman
berharga kepada para siswa sehingga memahami proses yang terjadi.
Langkah terakhir, guru melakukan evaluasi terhadap proses jalannya
debat. Tahapan ini penting agar siswa memahami dengan benar setiap
proses yang terjadi. Dalam ilmu pedagogik, hal ini termasuk usaha
menerapkan konsep learning by doing, belajar sambil melakukan.
Kerap kali konsep ini lebih mudah membuat para siswa memahami suatu
materi karena mereka terlibat langsung dalam uraian konsep yang
dilakukan melalui sebuah praktik. Selamat mencoba!
Oleh Fathoni Ahmad
Penulis adalah Pengajar di STAINU Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar