Blog informasi seputar dunia pendidikan

Rabu, 29 Juni 2016

Menerapkan Metode Debat dalam Pembelajaran, Bagaimanakah?

Ilustrasi debat kelompok siswa dalam proses pembelajaran.

Aktivitas pembelajaran berbasis interaksi dan keaktifan siswa harus terus dilakukan oleh guru agar kapasitas kepercayaan diri siswa meningkat. Dalam hal ini, mewujudkan kecerdasan psikomotorik tidak kalah pentingnya dengan kecerdasan kognitif dan afektif. Justru, ketiga kecerdasan yang masuk dalam Taksonomi Benyamin S. Bloom ini dapat ditumbuhkan dalam satu metode saja, yakni metode debat.

Metode debat dalam pembelajaran di sekolah ini tidak seperti debat pada umumnya yang terkesan otot-ototan tanpa memberikan substansi. Tetapi debat untuk keperluan pembelajaran siswa yakni diterapkan dengan sistematis dan terstruktur oleh guru sehingga siswa dapat memahami esensi berdebat. Langkah ini dilakukan agar proses berdebat tidak menonjolkan egoisitas, melainkan intelektualitas dengan berbagai argumen dan data.

Memahami esensi debat juga penting agar terhindar dari yang namanya debat kusir, yaitu debat persoalan sesuatu yang ujung-ujungnya menyerang pribadi dan individu sehingga menimbulkan permusuhan. Rasionalitas debat dapat dipahami melalui filososfi permainan sepak bola. Esensi debat mereka yaitu saling memainkan dan merebut bola dengan berbagai taktik dan teknik yang digunakan sehingga menghasilkan gol. Mereka saling respect tanpa mencederai lawan dengan sengaja. Setelah permainan selesai pun, mereka saling berjabat tangan bahkan kerap kali bertukar jersey satu sama lain walau salah satu tim menderita kekalahan.

Falsafah permainan sepak bola tersebut bisa menjadi pijakan filosofis dalam memaknai debat yang berkualitas sehingga menghasilkan keputusan yang bermanfaat. Karena dalam proses debat sejatinya muncul solusi atau kemungkinan persoalan baru yang dapat dikaji ulang sebagai sebuah penemuan. Semua harus terakumulasi oleh fasilitator debat yaitu guru.

Secara teoritis, Hendrikus (1991) seperti dikutip Sigit Setyawan (2013) menjelaskan bahwa debat secara umum adalah untuk mencapai kemenangan untuk satu pihak. Dalam proses pembelajaran, kemenangan argumentasi oleh siswa dapat ditentukan melalui keputusan guru sebagai juri atau voting oleh orang yang diangap paling sesuai dengan topik bahasan. Namun, perlu dicatat bahwa terma kemenangan di sini bukan berarti mengalahkan yang lain. Karena esensi debat akademis yaitu memunculkan solusi dan menemukan persoalan baru yang perlu dikaji ulang dan diteliti.

Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin debat kurang mendatangkan banyak manfaat. Namun dalam kegiatan belajar mengajar, metode ini dapat digunakan untuk membahas materi, permasalahan, ide-ide, agar siswa dapat memahami atau merumuskan pokok pikiran orang lain maupun dirinya sendiri. Selain itu, metode debat juga dapat digunakan untuk mencari penyelesaian atas suatu masalah agar siswa mengevaluasi, membandingkan, atau mendemonstrasikan kemampuan berpikirnya dalam susunan bahasa yang terstruktur.

Secara teknis, sebelum mengawali debat, guru harus menyiapkan materi atau topik debat. Kemudian guru membagi kelompok yang pro (afirmatif) dan yang kontra (negatif) terhadap topik yang dipilih. Agar proses debat berjalan dengan kondusif, guru harus membuat aturan debat yang tidak boleh dilanggar oleh masing-masing kelompok. Selain itu, guru juga harus memberikan batas waktu masing-masing kelompok untuk memaparkan argumennya, pun demikian dengan tanggapan balik kelompok lainnya.

Dalam proses debat ini, guru juga dapat memberdayakan siswa untuk menjadi pengawas waktu jika waktu yang diberikan telah selesai dengan isyarat tertentu. Terkait dengan peran juri, bisa dilakukan oleh guru sendiri atau guru menunjuk beberapa orang siswa untuk menjadi juri. Distribusi peran dalam proses debat ini juga memberikan pengalaman berharga kepada para siswa sehingga memahami proses yang terjadi.

Langkah terakhir, guru melakukan evaluasi terhadap proses jalannya debat. Tahapan ini penting agar siswa memahami dengan benar setiap proses yang terjadi. Dalam ilmu pedagogik, hal ini termasuk usaha menerapkan konsep learning by doing, belajar sambil melakukan. Kerap kali konsep ini lebih mudah membuat para siswa memahami suatu materi karena mereka terlibat langsung dalam uraian konsep yang dilakukan melalui sebuah praktik. Selamat mencoba!

Oleh Fathoni Ahmad
Penulis adalah Pengajar di STAINU Jakarta.


 
Share:

0 komentar:

Postingan Populer