Blog informasi seputar dunia pendidikan

Jumat, 10 Juni 2016

Hilangkan Cara Mengajar Konvensional

“Masih banyak guru memilih metode pembelajaran gaya jadul, serba menghapalkan. Diperparah dengan latihan soal tiada henti. Cara itu dinilai mematikan kreativitas. Ironisnya, masih banyak negara yang mempraktikkannya; Singapura, Tiongkok, Korea, Polandia, dan Swiss”
(Andreas Schleicher, Direktur Pendidikan dan Keterampilan dan Penasihat Khusus tentang Kebijakan Pendidikan OECD)

Jika murid dituntut di era millenium ini untuk memiliki keterampilan; kolaborasi, komunikasi, dan mencari solusi atas persoalan sebagai bekal bertahan hidup pada abad ini, mestinya guru pun begitu. Sayangnya, masih lebih banyak guru yang masih mempertahankan status quo,  mengajar dengan gaya era 80-an kata Schleicher sebagaimana dituturkan oleh Luki Aulia di halaman KOMPAS (28/03/16).

Dunia sudah berubah. Seharusnya guru memberikan tugas menantang dan memancing keingintahuan sehingga muncul kreativitas inovasi. Tetapi, untuk bisa seperti itu, guru harus luas wawasannya dan kompeten di bidangnya. Ini yang selama ini dilakukan Finlandia dan Jepang

Tidak mudah mendapatkan atau membentuk guru seperti itu, tetapi bukan tidak mungkin. Untuk memastikan guru berkualitas, langkah awalnya bisa dari menarik minat lulusan atau orang-orang terbaik agar mau menekuni profesi guru. Jika profesi guru dianggap menantang, bergengsi, atau punya masa depan maka para calon guru yang bagus nan berkualitas akan berdatangan

Guru dituntut tak hanya lihai mengajar, tetapi juga lihai memfasilitasi dan mendorong potensi setiap anak didiknya. Jadi, guru pastinya tidak kemudian berarti memberi tugas lalu murid ditinggalkan begitu saja tanpa bimbingan. Pelaksanaan Kurikulum 2013 (K-13) ini kerap disederhanakan sebagai metode pembelajaran aktif dan mandiri. Murid disuruh cari bahan sendiri, diskusi sendiri, dan kerjakan sendiri. Bak kelas otopilot.
Problem guru yang belum tercerahkan dengan teknik fasilitasi ini, tak jarang menganggap menyulitkan dan menyusahkan. Sebagian guru beralasan kesulitan memfasilitasi anak didiknya karena sudah ribet dengan tugas mengajar, menilai, dan tugas administratif lainnya. Dan ini adalah keluhan akan tingginya tuntutan kepada guru saat ini.

Oleh karena itu, pemerintah dengan K-13-nya, harus diingatkan agar jangan hanya membicarakan kebutuhan dan keterampilan pedagogi guru, tetapi lebih banyak pada konten kebijakan pendidikan yang harus disampaikan guru. Guru yang kreatif sekalipun sering terkekang dengan kurikulum dan silabus dari pemerintah yang masih menekankan pada kemampuan dasar, seperti matematika atau sains.

Guru Kreatif
Guru Kreatif


Sekolah dan guru tak kaku mengikuti kurikulum saja. Harus fleksibel beradaptasi dengan perkembangan zaman. Pasalnya, anak sekarang harus menguasai keterampilan yang menekankan pada praktik, tak hanya teori. Sekolah harus bisa menjamin anak didik hingga tidak menjadi beban negara. Mereka harus siap masuk atau menciptakan lapangan pekerjaan.

Oleh karena itu, tugas dan tanggung jawab guru kian tak mudah dan profesi guru tidak bisa lagi diisi SDM ala kadarnya. Tetapi, ini tidak berarti semua guru begitu. Banyak juga guru yang sudah baik kualitasnya, bahkan berprestasi, karena menghasilkan praktik-praktik terbaik, tetapi kinerja mereka kerap tidak tersorot karena mereka bekerja dalam sunyi.

Keterkaitannya dengan dunia kerja dengan K-13, beberapa sumber menyebutkan bahwa  di Amerika saja, selama 20 tahun terakhir, lebih dibutuhkan SDM yang memiliki keterampilan kognitif dan interpersonal. Para ekonom dunia juga mengingatkan bahwa dunia membutuhkan tenaga kerja yang tidak hanya mampu menganalisis masalah sendirian, tetapi juga mampu mengomunikasikan temuannya kepada orang lain di mana pun orang itu berada.

Melihat tren dunia, kualitas guru harus ditingkatkan. Pelatihan berkelanjutan wajib hukumnya diikuti pendampingan tiada akhir. Guru-guru yang dinilai sudah baik harus dikloning sebanyak-banyaknya dengan cara berbagi pengalaman dan praktik terbaik kepada sesama guru



Share:

0 komentar:

Postingan Populer