Blog informasi seputar dunia pendidikan

Kamis, 18 Agustus 2016

Membangun Kemerdekaan Bersama Pendidikan Islam

Tantangan bangsa Indonesia saat ini bagaimana membangun kecintaan generasi muda kepada bangsa dan negaranya. Hal ini bukan tanpa alasan karena sebagian kelompok di negara plural ini masih sibuk mempertanyakan entitas-entitas pemersatu bangsa seperti identitas bangsa yang tertanam dalam tradisi dan budaya, Pancasila, lambang negara, bahkan bendera merah putih dan para pahlawan sebagai sesuatu yang tidak layak dihormati. Mereka beralasan, yang layak dihormati hanyalah Tuhan semata.

Sudut pandang syariat buta ini masih bersemayam di kelompok-kelompok yang tidak perlu penulis sebut di sini. Mereka lupa bahwa menghormati Tuhan dan entitas-entitas bangsa tersebut tidaklah sama. Bahkan secara substansi sangat berbeda. Tentu sebuah kekonyolan jika hormat bendera merah putih adalah perbuatan syirik. Logika sederhana, ketika anak menghormati orang tuanya, apakah lantas dikatakan syirik. Begitu juga ketika umat Islam melakukan sholat menghadap tembok bahkan Ka’bah sekalipun. Esensi dari terma menghormati perlu dipahami secara substansial bukan parsial.

Ironisnya, para anak didik di sekolah masih banyak yang terpengaruh oleh ajakan-ajakan syariat buta tersebut. Sebagian mendapatkan pemahaman dari organisasi keagamaan yang selama ini eksis di program ekstrakurikuler. Hal ini berbanding terbalik dengan lembaga-lembaga Pendidikan Islam, baik pesantren maupun madrasah. Dengan porsi materi pendidikan Islam yang kuat dan komprehensif, satuan pendidikan Islam justru mampu memperkuat bangsa dan negara dengan peneguhan nasionalisme.

Di titik inilah memberi pemahaman sejarah begitu penting kepada anak didik bahwa kemerdekaan Indonesia diperoleh dari perjuangan seluruh elemen bangsa tak terkecuali oleh peran para tokoh pendidikan Islam. Bahkan peran mereka sangat vital. Mengapa? Sejarah membuktikan bahwa kalangan pesantrenlah yang selalu membuat penjajah Belanda dan Jepang khawatir akan eksistensi kolonialismenya. Mereka sadar kalangan pesantren merupakan potret pribumi yang kuat mempertahankan identitas bangsa Indonesia melalui pendidikan Islam.

Perjuangan memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia hingga kini terus dilakukan oleh berbagai stakeholder pendidikan Islam. Apalagi era di mana radikalisme global semakin menyeruak, bahkan mereka terang-terangan ingin mengganti dasar negara yang sudah paripurna yaitu Pancasila dengan formalisasi agama. Selama ini, usaha sektarian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut mampu ditangkal oleh moderatisme Islam yang diusung oleh pendidikan Islam, terutama pesantren. Merespon hal ini, Kementerian Agama juga berusaha menggulirkan kurikulum Islam Rahmatan lil Alamin untuk madrasah dan sebagai panduan materi Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah.

Kemerdekaan dalam mendidik
Pendidikan yang bersifat memerdekakan dipahami betul oleh satuan pendidikan Islam yang memungkinkan anak didik mampu berkembang secara utuh sebagai manusia. Esensi pendidikan yang memanusiakan manusia tidak dimaknai secara sempit. Di dalam pendidikan Islam, anak didik mampu berkembang, baik jasmani maupun rohaninya. Meskipun pesantren menerapkan sistem asrama yang peraturannnya harus ditaati secara ketat, justru menyadarkan mereka akan arti pendidikan yang mesti dijalani secara thuluz zaman, kontinu, belajar sepanjang hayat.

Jadi sebelum para pakar pendidikan modern mencetuskan teori life long edication, pendidikan Islam telah lama menerapkan prinsip tersebut. Bahkan pesantren memiliki keistimewaan ijazah sanad kelimuan shahih yang tidak didapatkan dalam pendidikan di sekolah. Tradisi sanad keilmuan ini dipertahankan betul oleh kalangan pesantren agar silsilah ilmu tidak terputus, terus tersambung dari Nabi Muhammad SAW hingga kepada para ulama dan murid-muridnya.

Mengapa tradisi ijazah sanad ini penting? Dalam sudut pandang pendidikan Islam, sebuah ilmu tidak dapat diajarkan secara sembarangan oleh orang yang tidak mempunyai ijazah dari gurunya yang terus tersambung kepada guru-guru sebelumnya. Sanad keilmuan yang shahih ini berimplikasi pada tingkat keberkahan dan keterserapan ilmu dalam proses pengajaran. Dua aspek ini juga akan mudah didapatkan oleh seorang murid karena faktor keridhoan gurunya. Keberkahan ilmu ini akan mendatangkan manfaat dari ilmu itu sendiri. Adakah yang lebih penting dari ilmu selain keberkahan dan kebermanfaatan?

Dari paparan sederhana itu, penulis ingin menyampaikan bahwa kemerdekaan karakter yang kokoh terus dilakukan oleh berbagai pendidikan Islam secara pedagogik di berbagai jenjang pendidikan. Di dalam dada para murid telah tertanam bahwa menghormati penuh seorang guru merupakan hal penting untuk memperoleh keridhoannya. Ukuran memperoleh keridhoan seorang guru paling sederhana yakni tidak pernah membuatnya sakit hati dengan tidak mematuhi setiap perilaku dan perkataan mendidiknya. Oleh karena itu, dunia pendidikan patut prihatin ketika ada seorang murid sampai memukul gurunya sendiri.

Prestasi global pendidikan Islam
Memerdekakan karakter dan imajinasi akan memunculkan inovasi dari seorang murid yang tidak akan kehilangan identitas bangsanya melalui instrumen pendidikan Islam. Kualitas kognitif terus dipertebal dengan kualitas afektif dan psikomotorik sehingga mencetak generasi yang kokoh secara nalar dan naluri. Hal ini dibuktikan oleh para siswa madrasah yang tahun 2016 ini banyak meraih prestasi di kancah internasional dalam ajang kompetisi matematika dan robotik.

Siswa madrasah bernama Syahrozad Zalfa Nadia (10) menunjukkan prestasi gemilang dan mengharumkan nama bangsa Indonesia di kancah dunia internasional. Siswa Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mencatat prestasi pada kompetisi robot internasional di Korea Selatan pada Minggu, 14 Agustus 2016 lalu.

Tidak tanggung-tanggung, bocah cantik yang biasa dipanggil Ocha ini mambawa pulang 4 medali di International Youth Robot Competition ( IYRC). Keempat medali itu adalah Gold Medal Coding Mission, Excelent Award Steam Mission, Excelent Award Creatif Design A, dan Bronze Medal Creatif Design B. Bocah ajaib ini sebelumnya juga meraih prestasi tertinggi dengan meraih juara kompetisi robotik di Malaysia dan Singapura. Prestasi mengagumkan dari benih-benih pendidikan Islam sehingga dia diplot sering mengisi acara televisi nasional untuk menginspirasi generasi muda lain.

Prestasi gemilang juga diraih oleh Anisa Hayati (MA Matholibul Huda Mlonggo-Jepara) meraih medali Emas, Septiana Rohmawati (MA Abadiyah Pati-Jawa Tengah) meraih medali Perak, M. Ulin Nuha (MTs Abadiyah Pati-Jawa Tengah) meraih medali Perak, Kholida Nailil Muda (MAN Wonokromo-Yogyakarta) meraih medali Perak, dan Dedi Wahyudi (MTs Matholibul Huda Mlonggo, Jepara-Jawa Tengan) meraih medali Perunggu.

Lima siswa madrasah tersebut berhasil mengharumkan nama bangsa dengan menjuarai ajang kompetisi Matematika internasional, Singapore International Mathematic Olympiad Challenge (SIMOC) yang diselenggarakan di Singapura pada 12-15 Agustus 2016. Para peserta SIMOC merupakan perwakilan dari tiap negara yang telah mengikuti seleksi SASMO (Singapore and Asian Schools Math Olympiad) dan telah meraih juara. Seleksi tersebut diikuti oleh ribuan peserta yang diadakan di negara masing-masing pada bulan April 2016 lalu.

Prestasi gemilang ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam tidak melulu hanya pendidikan karakter dan budi pekerti, tetapi juga kualitas kognitif yang mumpuni untuk bersaing di kancah dunia dan mengharumkan nama bangsa. Perjuangan sejati untuk meneguhkan kemerdekaan Indonesia sebagai warisan yang harus disadari oleh segenap anak muda agar senantiasa mengabdikan diri untuk negeri dengan meraih prestasi terbaik selain setia menjaga negara ini sebagai sebuah bangsa terhormat dengan menghormati segala perbedaan yang ada sebagai identitas bangsa Indonesia. Dirgahayu Indonesiaku!


 
Share:

0 komentar:

Postingan Populer